Mendapatkanperan wanita yang dipoligami oleh suaminya, membuat aktris Laudya Chintya Bella tidak mau dipoligami dalam kehidupan nyata. Sabtu, 1 Januari 2022 Cari
Yangbegitu mulia budi pekerti dan tampan akhlaknya. Yang bisa memuliakan kaum wanita. Yang benar-benar telah siap menjadi pemimpinmu. Yang dapat membimbingmu untuk semakin dekat kepada-Nya. Yang dapat menuntunmu ke jalan yang diridhai-Nya. Yang bisa mengingatkanmu ketika engkau telah lalai dalam melaksanakan dan menjalankan kewajiban
SukaDuka Istri Ke Dua. Saat saya mengenal laki-laki itu saya tahu kalau dia bukanlah pria lajang. Dia adalah ayah dari tiga anak yang sedang beranjak dewasa, sedang saya sendiri adalah perempuan korban perceraian, yang kini harus hidup sendiri bagai wanita single lagi. Bila sekarang dia berniat mengenal saya, pasti dia memiliki alasan kenapa
Sayaambil contoh, ada seorang akhwat secara karakter dia sangat serius dalam bersikap terutama masalah hubungan ke arah yang serius, tiba-tiba ada ikhwan yang siap untuk mengkhitbahnya, nah tnpa di sdar lelaki tadi mengung kapkan “kalimat” yang begitu meninggikan dari keadaan akhwat tadi lewat kata-kata seperti, ukhti saya siap menikahi
Keluargaane baik dan sakinah. Ane berniat untuk berpoligami karna ingin menghindar dari Zina. Kreteria akhwat yang ane ingin kan adalah gadis atau janda umur 30 – 35 th dan berdomisi di Surabaya agar bisa berdekatan dan membantu usaha saya. Bagi yang berminat untuk di jadikan istri ke 2, mohon add pin ane di D8F295D8 atau wa di 0851 0833 3367.
MZIE. Rusmini Bintis Medan Poligami menjadi sebuah dilema bagi akhwat. Jenjang pengkaderan seolah menutup tabir bagi para akhwat untuk tidak lengah terhadap prahara jodoh. Jenjang pengkaderan secara perlahan menganjurkan akhwat agar semaksimal mungkin berusaha agar menikah dengan ikhwan. Alasan yang rasional diungkapkan oleh para qiyadah adalah terkait keberlangsungan tarbiyah di kemudian hari pasca menikah. Perempuan yang dipimpin, bukan memimpin dalam rumah tangga, sehingga dengan menikah sesama kader, diharapkan rumah tangga yang terbangun kental akan nuansa tarbiyah hingga anak cucu. Berbeda dengan kader ikhwan laki-laki yang diberi keleluasaan untuk menikah dengan akhwat atau tidak. Alasannya, kalau dengan akhwat maka jalinan tarbiyah akan semakin kokoh. Kalau tidak, diharapkan menjadi ajang rekrutmen kader. Hal ini sangat dimungkinkan karena laki-laki suami adalah pemimpin rumah tangga. Dengan kekuasaan, tidak sulit baginya untuk merubah seseorang yang telah hanif untuk menjadi seorang 'akhwat'. Pada sisi yang lain, globalilsasi menyeret kaum adam lebih dalam terjerat pada kubangan kemaksiatan. Perekrutan kader yang dilakukan lebih menarik simpati para perempuan untuk tergabung dalam jama’ah. Terlepas dari kinerja para ikhwan yang lamban dalam pengkaderan atau merupakan hukum alam, yang jelas jumlah akhwat jauh lebih banyak dari pada ikhwan. Jika ada 100 orang yang terekrut, hanya 30% diantaranya laki-laki. Fenomena ini terjadi hampir di setiap jenjang pengkaderan hingga tingkat nasional, walhasil sosok ikhwan menjadi langka. Realita ini mendorong para qiyadah jama’ah untuk turut andil memikirkan solusi yang terjadi. Beberapa tahun silam, sempat tersiar anjuran berpoligami bagi para ikhwan untuk mensiasati regenerasi kader. Tidak lama setelah itu, muncullah buku yang berjudul “Bahagia dengan satu Istri”, karangan Ustadz Cahyadi Takariawan. Dalam buku tersebut dipaparkan betapa Islam sangat bijaksana memperbolehkan poligami namun juga tidak mengkultuskannya menjadi sebuah budaya Islam. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui sejarah berpoligami. Tradisi berpoligami sudah ada sejak berabad-abad silam bahkan sebelum Rasulullah dilahirkan. Di Persia dan bangsa Arab, laki-laki bebas menikahi lebih dari satu istri dengan jumlah tanpa batas. Kemudian Islam hadir untuk membebaskan perempuan dari kedzaliman. Kehadiran Islam telah mengangkat harkat dan martabat kaum hawa, melindungi kehormatannya. Alkisah, ada seorang sahabat yang memiliki istri lebih dari empat sebelum masuk Islam. Dalam sebuah riwayat, Imam Syaukani menuturkan Qais bin al-Harats berkata “Saat masuk Islam, saya memiliki 8 orang isteri. Kemudian saya menemui Rasulullah saw, dan saya ceritakan kepada beliau masalah ini. Selanjutnya beliau saw bersabda,”Pilihlah empat orang diantara mereka". [HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah]. Islam hadir untuk membatasi jumlah maksimum 4 istri bagi suami. Sehingga budaya berpoligami bukan budaya Islam, melainkan budaya orang Arab saat masa jahiliyah dahulu. Namun pembatasan yang Allah berikan kepada laki-laki bukan hanya boleh 1 istri, melainkan 4. Walaupun pada akhirnya Allah menganjurkan menikahi 1 orang saja bagi yang takut tidak dapat berlaku adil, namun Allah juga tidak melarang bagi yang menganggap dirinya dapat berlaku adil. Adil dalam hal ini adalah pembagian waktu, materi maupun perhatian. Terkait dengan kecenderungan rasa, hal itu tidak dapat direkayasa sebagaimana Rasulullah juga lebih cenderung pada Aisyah dibandingkan para istri-istri yang lain ketika Rasulullah berpoligami. Nuansa romantika rumah tangga Rasulullah beserta para ummul mukminin merupakan cermin keluarga poligami ideal. Demikian juga kisah rumah tangga Rasulullah dengan istri pertamanya Khadijah ra, menjadi rol model keluarga Islami satu istri. Rasulullah adalah laki-laki perfect, dalam sejarah hidupnya ada contoh kehidupan dengan satu istri maupun dengan banyak istri. Mengutip ungkapan Ibu Sri Rahayu Tifatul Sembiring, beliau berkata bahwa “prinsip dasarnya, poligami bukan untuk membuat kebubrahan, tapi justru harus menjadi sebuah ekspansi cantik yang menambah keindahan dakwah”. Alangkah indah, saat dalam dunia dakwah bukan menjadi hal yang tabu jika ada yang berpoligami. Tidak dicerca apalagi dihina. Justru pada saat itulah moment strategis kader dakwah untuk membuktikan kepada dunia bahwa poligami dalam Islam adalah anugerah, bukan musibah. Bagi penulis, tidak masalah jika ada sosok ikhwan yang tidak mau berpoligami. Karena bisa jadi ia begitu mencintai istrinya, atau takut tidak dapat berlaku adil. Namun menjadi sebuah masalah apabila ada seorang istri tidak mau dipoligami, hemat penulis hal ini ada sangkut pautnya dengan mahabbah kepada Allah. Sedikit agak sadis memang, mari kita rasionalisasikan. Ummul mukminin Khadijah ra adalah sosok tauladan umat dari kalangan perempuan. Beliau dijamin Allah masuk surga, dijamin dibangunkan istana dari bambu, dijamin akan menjadi pemimpin wanita kelak di surga. Beliau adalah kekasih Rasulullah. Ibunda Khadijah binti Khuwailid ra tidak dipoligami dan tidak ada sikap beliau yang melarang Rasulullah untuk berpoligami. Walaupun juga tidak ada hadits yang menguatkan bahwa Khadijah ra pernah meminta Rasulullah untuk mempoligaminya, namun setidaknya digambarkan dalam sirah bahwa Khadijah adalah sosok wanita yang mau melakukan apa saja demi mendapatkan keridraan Allah dan Rasulullah. Begitu pula saat kita telisik kisah almarhumah Ustazah Yoyo Yusro, beliau tidak dipoligami bukan karena tidak mau dipoligami, justru beliau sangat ingin dipoligami dan meminta suaminya agar mau poligami, dan pada akhirnya sejarah asmara hidup beliau harum tak ubahnya kisah para sahabiyah. Karena suami Ustazah Yoyo tidak menikah lagi. Pertanyaan besar bagi akhwat yang anti poligami, “mengapa sosok Khadijah, Ustazah Yoyo Yusro, dan para sahabiyah mau dipoligami? Terlepas pada akhirnya dipoligami atau tidak, namun mengapa para wanita tangguh itu mau hidup berbagi. “Mahabbah/ Cinta pada Allah”. Itu jawabannya. Begitulah cinta mengalahkan logika. Dapatkah kita berfikir, bahwa bisa jadi pada masa dakwah Mekkah atau Madinah jumlah akhwat jauh lebih banyak dari pada ikhwan sebagaimana yang terjadi hari ini? Sehingga dengan gampang para sahabiyah mau dipoligami oleh para sahabat. Umar bin Khathab memiliki jumlah istri hingga 9 orang. Bukan dalam satu waktu, melainkan ketika istrinya wafat, ia menikah lagi. Sepanjang hidup Umar bin Khathab, istrinya selalu berjumlah 4. Hingga wajar jika pada akhirnya jumlah istrinya lebih dari 4 jika diakumulasikan. Ketika ditanya oleh sahabat lain mengapa ia begitu suka menikah, Umar bin Khathab hanya menjawab “Sesungguhnya aku ingin Rasulullah bangga padaku dengan banyaknya ummatnya kelak di akhirat”. Subhanallah, sosok Umar bin Khathab menikah bukan semata karena syahwat, melainkan karena mengharapkan apresiasi/kebanggaan itu muncul dari Rasulullah kelak di akhirat. Para sahabat rata-rata memiliki banyak keturunan. Khalid bin Walid ra memiliki 40 anak. Disebutkan bahwa anak cucu Anas bin Malik yang berkumpul saat khataman al Qur’an di rumahnya lebih dari 100 orang. Begitulah sifat para sahabat/sabahiyah dalam berlomba dalam kebaikan. Mereka seolah mengabaikan keegoisan, hidup berbagi mudah mereka lakukan. Sungguh, itsar-nya para sahabat luar biasa. Mereka bertindak bukan semaunya, tapi semampunya. Apa saja akan mereka lakukan untuk meraih simpati Allah, membuat Allah bangga. Yang penting bagi mereka adalah bagaimana agar Islam semakin kokoh dengan banyaknya jundi- jundi Allah, agar janda dapat terberdayakan, agar tidak ada lagi perawan tua dari kalangan sahabiyah, agar izzah Islam semakin mengakar dalam kehidupan. Jodoh adalah bagian dari rahasia Allah. Bisa saja kita ngeles dengan berujar “Jodoh itu Allah yang atur, bukan kita. Semua sudah tercatat di lauful mahfud. Perawan tua karena jodohnya belum datang”. Iya benar, tapi bukankah ikhtiar manusia juga menjadi penentu siapa dan bagaimana proses itu berlanjut. Bukankah kemenangan dan prospek dakwah yang kita alami saat ini karena sebuah kerja keras yang diawali dengan rasionalisasi untuk membuat suatu strategi. Bukankah poligami merupakan rasionalisasi atas strategi pemecahan masalah pernikahan bagi para akhwat. Lalu bagaimana mungkin para ummahat menolak poligami yang diperbolehkan Allah. Lagi pula, mau dipoligami belum tentu pada akhirnya dipoligami. Bisa jadi suaminya tidak mau, atau tidak ada akhwat yang mau dijadikan istri kedua, ketiga, maupun keempat. Disitulah letak maksimalisasi ikhtiar para ummahat. Sampai disitulah kemudian kita berujar “Semua sudah tercatat di lauful mahfud”. Kalau tidak ada keikhlasan dari para ummahat, tidakkah kita merasa juga memiliki andil dengan para akhwat yang berguguran di jalan dakwah karena tidak jua menemukan jodoh? Tidakkah para ummahat tersekat lidahnya saat ada akhwat yang futur keluar dari jamaah dan masuk di jamaah lain karena peroleh suami yang tidak sefikrah? Tidakkah kita telisik hati seorang presiden PKS Anis Matta yang bisa jadi menganjurkan poligami sebagi solusi, hingga kemudian beliau mengaplikasikannya langsung, bukan dengan kata-kata. Sebagaimana dulu ketika Rasulullah melakukan potong rambut sendiri saat berhaji dan kemudian diikuti para sahabat yang lain. Karena ada kalanya manusia lebih faham dengan perbuatan bukan dengan perkataan. Para akhwat yang anti poligami, coba kita renungkan. Coba bayangkan suatu suasana ideal sistem berpoligami para sahabiyah yang kini dapat terejawantahkan dalam zaman modern. Suami ikhwan yang mau poligami boleh berpoligami, akhwat yang mau dipoligami punya jalan untuk itu, anak-anak kader semakin banyak. Bukankah itu artinya memperkecil peluang berguguran akhwat kalau alasan futurnya karena jodoh, bukankah dengan banyaknya jundi-jundi Allah secara kualitas dan kuantitas penduduk Indonesia semakin membaik? Tidakkah kita mau menggantikan penduduk muslim di Indonesia yang keluar dari islam karena harta, kita gantikan dengan anak-anak kita. Bukankah kita meyakini bahwa secara kualitas Insya Alah aqidah anak-anak kader jauh lebih baik dari pada orang awam di luar sana. Bukankah itu artinya agenda poligami’ merupakan agenda umat? Bukan cuma 1 atau 2 orang akhwat di Indonesia ini yang sudah berusia 30 tahun namun belum juga menikah, adakah kita berfikir bagaimana nasib mereka selanjutnya. Apakah mereka harus menunggu duda-duda ikhwan? Karena sungguh sulit bagi mereka mendapatkan ikhwan yang masih lajang, karena kebanyakan dari mereka mencari akhwat dengan usia muda. Sadarilah wahai ummahat, siapa lagi yang akan menolong kecuali kita? Sekali lagi coba renungkan, para akhwat tua jumlahnya banyak, mereka tidak boleh menikah kecuali dengan ikhwan, jumlah ikhwan sedikit, ikhwan yang lajang mencari istri yang muda, waktu terus bertambah, usia mereka semakin renta, dan kita hanya dapat memaksa suami agar tidak poligami. Duhai… betapa malang saat tubuh mereka terhimpit dan berusaha bertahan dalam jalan dakwah, kita yang kuasa untuk menolongnya namun tidak juga mengulurkan tangan untuk bersama-sama satu atap meraih Jannah Nya. Dalam hal ini, penulis juga yakin. Tidak semua akhwat yang belum menikah mau dipoligami. Terkait hal itu sah-sah saja kalau mereka menolak tidak mau dipoligami. Namun setidaknya para ummahat telah memberi jalan... jalan bagi para akhwat yang kesulitan menikah tersebab salahsatunya faktor usia. Masih terlalu banyak peluang kebaikan yang dapat kita lakukan, selama masih ada kesempatan. Wallahu alam… MinieBintis on twitter
Saat ini, banyak orang yang mencari pasangan melalui aplikasi kencan. Ada juga beberapa yang bahkan mencarinya melalui media sosial. Berbagai cara dilakukan, mulai dari kenalan dulu, melancarkan modus-modus dan ada juga yang nekat menuliskan biodatanya dengan tujuan membuka diri bagi siapapun yang berniat yang diposting oleh akun santrinasionalis berikut Anda membaca seluruh caption pada postingannya ya !Akun itu memposting foto seorang wanita cantik yang mengenakan tampak mengenakan baju panjang warna pink dan kerudung itu tampak duduk di sebuah lokasi yang sedang diadakan acara. 2 dari 3 halaman Berikut ini keterangan pada foto tersebut Baca caption hingga selesaiTA'ARUFBarangkali ada yg seriius. Akhwat Ta'aruf Siap Nikah, dipoligami pun siapNama Suwitri PrihastutiAnak tunggalDaerah Asal Kendal kotaSuku JawaPekerjaan Dokter PNSStatus Gadis, Tdk Pernah PacaranUsia 23TahunPendidikan FK UndipTinggi Dan BB 165/53Ciri Fisik Kulit Putih Bersih, Hidung MancungNgaji Sunnah Iya, orang tua sudah ngaji jugaHijab Syar'i IyaHafalan Berjalan 25 JuzHobi Membaca dan mendengar kajian tentang agamaSiap jd istri kedua BersediaTarget Menikah SecepatnyaKriteria Ikhwan Sholeh, sholat lima waktu berjamaah di masjid, belum Bekerja atau sdh tidak masalah, nafkah dari gaji dokter insyaAllah mencukupi, dari daerah mana aja yg penting masih indonesia, suku apa saja yang penting berkomitmen mencari nafkah yg halal tidak malas-malasan, Amanah Sebagai Imam dalam keluarga, Bertanggungjawab, Sayang keluarga, mertua dan Saudara. Membawa Semakin dekat ke surga Alloh, yang pasti harus Penyayang..Usia tidak masalahHanya untuk yang serius merajut Mahligai Rumah Tangga Islami. Jika ada yang berminat, Silakan kirim data diri dan photo ke no hp. 08316799554 3 dari 3 halaman Tulisan di atas hanyalah contoh penulisan biodata Ta'aruf Akhwat siap benar ada yg seperti ini, saya tidak akan share disini, enak aja. Mending saya akan lamar kasih telah serius membacaHiburan sek mblo, ben gk spaneng".Rupanya banyak yang mengira kalau wanita yang ada di foto tersebut benar-benar sedang mencari pria untuk tak disangka itu hanya hiburan pun menyampaikan kata mereka hasan_muhammad Kecewa kirain iya iamagungpramonoyekti Emang kamprettt admin yang posting. Saya kira Kaga aktif nomornya wkwkakakakaachmadfaqihhurrozak Subhanallah, neng saya siap buat nafkahinrizkilah10 Yaa kali wanita kek gtu di pasarin. Mimpiiiichankalf11 Haha admin e kurang Anjrit gue udah serius bacanya. Pas baca dalem hati ko ada orang seanjrit ini?? Hahahasumber
Oleh Buletin Jum’at Al-Atsariyyah Agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- telah disempurnakan oleh Allah -Subhanahu wa Ta’ala- sebagai rahmat bagi seluruh hamba-Nya, sehingga agama ini tidak butuh tambahan, pengurangan dan otak-atik. الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. QS. Al-Ma`idah 3 Di antara rahmat Allah -Ta’ala- kepada hamba hamba-Nya, disyari’atkannya “poligami” seorang laki laki memiliki lebih dari satu istri berdasarkan dalil-dalil yang akan datang. Namun berbicara masalah poligami akan mengundang berbagai tanggapan. Ada yang menanggapinya secara posotif dan ini datangnya dari ulama’ dan kaum beriman. Tetapi, ada pula yang menanggapinya secara negatif, bahkan menentangnya dengan keras di antara segelintir orang dari kalangan orang-orang munafiq, dan orang-orang yang jahil dari kaum wanita dan laki-laki. Berbagai alasan dilontarkan intuk menolak poligami, entah dengan alasan kecemburuan, emosi, atau tidak siap dimadu, bahkan dengan alasan ketidakadilan. Mungkin dengan dasar inilah, ada seorang penulis wanita kami tidak sebutkan namanya berusaha menentang, dan menzholimi “anugerah poligami” ini untuk membela kaum wanita -menurut sangkaannya-, padahal sebenarnya ia menzholimi kaum wanita. Maka dia pun menuangkan “pembelaannya” baca penzholimannya tersebut dalam bentuk tulisan yang dimuat oleh koran “Kompas”, edisi 11 Desember 2006, dengan judul, “Wabah itu Bernama Poligami”. Sebuah judul yang memukau bagi orang-orang jahil, terlebih lagi orang-orang munafiq. Namun hal itu sangat berbahaya bagi keimanannya, dan mengerikan bagi kaum beriman. Betapa tidak, dia telah berani menyebut poligami sebagai “wabah”, dan telah lancang berani menyebut syari’at yang Allah -Ta’ala- sendiri yang menurunkan-Nya sebagai “wabah”. Dia telah menghina, menentang dan mengingkari anugerah yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Kalau wanita ini menganggap poligami adalah wabah, berarti dia telah menganggap bahwa Allah -Ta’ala- telah menurunkan wabah kepada para hamba-Nya,“Subhanallah wa -Ta’ala- an qaulihim uluwwan kabiran !!!” Maha Suci, dan Maha Tinggi Allah atas apa yang mereka ucapkan. Wanita untuk memuntahkan kebenciannya, dan penolakannya kepada syari’at poligami, maka ia pun tidak tanggung-tanggung membawakan hadits untuk menguatkan pendapatnya. Padahal hadits itu tidaklah menguatkan dirinya sedikitpun, bahkan menolak dengan kejahilannya Wanita itu membawakan hadits, bahwa dilaporkan Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- marah ketika beliau mendengar putrinya Fatimah akan di poligami suaminya, Ali bin Abi Thalib. Beliau bergegas menuju mesjid, naik mimbar dan menyampaikan pidato, “Keluarga Bani Hasim bin Al-Mughiroh telah meminta izinku untuk menikahkan putri mereka dengan Ali Bin Abi Thalib saya tidak mengizinkan sama sekali kecuali Ali menceraikan putri Saya terlebih dahulu”. Kemudian Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- melanjutkan, “Fatimah adalah bagian dari-ku. Apa yang memggamggu dia adalah menggangguku dan apa yang menyakiti dia adalah menyakitiku juga”. Akhirnya, Ali bin Abi Thalib tetap monogami hingga Fatimah wafat. Setelah membaca hadits diatas, mungkin kita akan menganggukkan kepala dan membenarkan wanita tersebut. Namun Saking “pandainya” wanita ini, ia lupa riwayat lain dalam Shohih Muslim 2449, “Sesungguhnya aku tidak mengharamkan yang halal dan tidak menghalalkan yang haram. Tapi, demi Allah, tidak akan berkumpul putri Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dengan putri musuh Allah selamanya”. Artinya, Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- tidak mengharamkan atas umatnya sesuatu yang halal, yaitu poligami. Selain itu, Syaikh Al-Adawiy dalam Fiqh Ta’addud Az-Zaujat 126 berkata, “Di antara kekhususan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, putrinya tidak boleh dimadu. Ini yang dikuatkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath Al-Bari 9/329”. Perlu diketahui bahwa para sahabat sepeninggal Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, bahkan Ali sendiri berpoligami setelah Fathimah wafat. Ali bin Rabi’ah berkata, “Dulu Ali memiliki dua istri”. [HR. Ahmad dalam Fadho’il Ash-Shohabah Ini menunjukkan bahwa poligami tetap diamalkan oleh para sahabat sepeninggal Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam-, bukan bersifat kondisional !! Lebih jauh lagi, Wanita itu mengomentari ayat berikut, وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim bilamana kamu mengawininya, maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. QS. An-Nisa` 3 Wanita ini berkata, “Ayat tersebut turun setelah perang Uhud, dimana banyak sahabat wafat di medan perang. Ayat ini memungkinkan lelaki muslim mengawini janda, atau anak yatim, jika dia yakin inilah cara melindungi kepentingan mereka, dan hartanya dengan penuh keadilan. Jadi, ayat ini bersifat kondisional”. Yang menjadi pembahasan kita dalam perkataannya adalah bahwa ayat ini bersifat kondisional, padahal seandainya ayat ini bersifat kondisional, justru ayat ini sangat memungkinkan untuk diamalkan pada zaman sekarang, karena melihat perbandingan jumlah wanita jauh lebih banyak dibandingkan jumlah laki-laki. Oleh karena itu, poligami di saat sekarang ini mestinya lebih disemarakkan! Selain itu, para ulama membuat kaedah, “Barometer dalam menafsirkan ayat dilihat pada keumuman lafazhnya, bukan pada kekhususan sebab turunnya ayat tertentu”. Jadi, dilihat cakupan dan keumuman ayat di atas dan lainnya, maka mencakup semua lelaki yang memiliki kemampuan lahiriah. Kemudian, dia pun mengomentari firman Allah berikut -layaknya sebagai ahli tafsir, padahal ia bukan termasuk darinya-, وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri mu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri dari kecurangan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. QS. An-Nisa` 129 Wanita ini berkata dengan congkak, “Ayat ini dapat disimpulkan, Islam pada dasarnya agama monogami”. Pembaca -semoga dirahmati Allah- beginilah apabila menafsirkan ayat dengan penafsiran sendiri, tanpa mau melihat bagaimana para ulama tafsir ketika menafsirkan ayat-ayat Allah. Ayat ini justru menunjukan disyari’atkannya poligami. Dengarkan para ahli tafsir ketika mereka menafsirkan ayat di atas QS. An-Nisa` 129 Ath-Thabariy -rahimahullah- berkata, “Kalian, wahai kaum lelaki, tak akan mampu menyamakan istri-istrimu dalam hal cinta di dalam hatimu sampai kalian berbuat adil di antara mereka dalam hal itu. Maka tidak di hati kalian rasa cinta kepada sebagiannya, kecuali ada sesuatu yang sama dengan madunya, karena hal itu kalian tidak mampu melakukannya, dan urusannya bukan kepada kalian”. [Lihat Jami’ Al-Bayan 9/284] Syaikh Muhammad bin Nashir As-Sa’diy-rahimahullah- dalam menafsirkan ayat di atas QS. An-Nisa` 129, “Allah -Ta’ala- mengabarkan bahwa suami tidak akan mampu. Bukanlah kesanggupan mereka berbuat adil secara sempurna di antara para istri, sebab keadilan mengharuskan adanya kecintaan, motivasi, dan kecenderungan yang sama dalam hati kepada para istri, kemudian demikian pula melakukan konsekuensi hal tersebut. Ini adalah perkara yang susah dan tidak mungkin. Oleh karena itu, Allah -Ta’ala- memaafkan perkara yang tidak sangup untuk dilakukan. Kemudian, Allah -Ta’ala- melarang sesuatu yang mungkin terjadi yaitu, terlalu condong kepada istri yang lain, tanpa menunaikan hak-hak mereka yang wajib-pent, فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ “Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung”. QS. An-Nisa` 129 Maksudnya, janganlah engkau terlalu condong kepada istri yang lain sehingga engkau tidak menunaikan hak-haknya yang wajib, bahkan kerjakanlah sesuatu yang berada pada batas kemampauan kalian berupa keadilan. Maka memberi nafkah, pakaian, pembagian dan semisalnya, wajib bagi kalian untuk berbuat adil di antara istri-istri dalam hal tersebut, lain halnya dengan masalah kecintaan, jimak bersetubuh, dan semisalnya, karena seorang istri, apabila suaminya meninggalkan sesuatu yang wajib diberikan kepada sang istri, maka jadilah sang istri dalam kondisi terkatung-katung bagaikan wanita yang tidak memiliki suami, lantaran itu sang istri bisa luwes dan bersiap untuk menikah lagi serta tidak lagi memiliki suami yang menunaikan hak-haknya”. [Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman hal. 207] Lebih gamblang, seorang mufassir ulung, Syaikh Asy-Syinqithiy -rahimahullah- berkata dalam Adhwa’ Al-Bayan 1/375 ketika menafsirkan ayat di atas, “Keadilan ini yang disebutkan oleh Allah disini bahwa ia tak mampu dilakukan adalah keadilan dalan cinta, dan kecenderungan secara tabi’at, karena hal itu bukan di bawah kemampaun manusia. Lain halnya dengan keadilan dalam hak-hak yang syar’iy, maka sesuangguhnya itu mampu dilakukan”. Jadi, dari komentar para ahli tafsir tadi, tidak ada di antara mereka yang berdalil dengan ayat itu untuk menolak poligami. Lantas kenapa wanita ini tak mau menoleh ucapan para ulama’ tafsir? Jawabnya, karena tafsiran mereka tidak tunduk kepada hawa nafsu wanita ini. Adapun dalil dalil yang menunjukan disyariatkannya poligami antara lain, maka telah berlalu dalam QS. An-Nisa` 3. Di antara dalil poligami, Seorang tabi’in, Sa’id bin Jubair, “Ibnu Abbbas berkata kepadaku “Apakah engkau telah menikah ?” Aku menjawab ” Belum”. Ibnu Abbas berkata, “Maka menikahlah, karena sebaik baik manusia pada umat ini adalah orang yang paling banyak istrinya”. [HR. Al-Bukhariydalam Shohih-nya. Satu lagi dalil poligami -namun sebenarnya masih banyak-, Anas bin Malik -radhiyallahu anhu- berkata, “Termasuk sunnah jika seorang laki laki menikahi perawan setellah istri sebelumnya janda maka sang suami pun tinggal di rumah istri yang perawan ini selama tujuh hari maka sang suami tinggal dirumah istri yang janda selama tiga hari kemudian dia bagi”. [HR Bukhariy dalam Ash-Shohih] Seorang ulama’ Syafi’iyyah, Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- dalam Fatul Bari 9/10 berkata, “Dalam hadits ini, ada anjuran untuk menikah dan meninggalkan hidup membujang”. Setelah kita mengetahui dalil-dalil yang menunjukan disyari’atkannya seorang muslim, laki-laki maupun wanita melakukan poligami. Jadi, kami nasihatkan kepada diri kami dan para suami dan calon suami untuk menikah hingga empat orang istri, jika dia sanggup untuk berbuat adil dalam perkara lahirah, seperti, pembagian malam, dan nafkah. Adapun adil dalam perkara batin seperti, cinta, kesenangan jimak, perasaan bahagia bersama dengan salah satu diantara mereka, maka ini bukan merupakan syarat berdasarkan hadits-hadits dari Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– sebagaimana yang diterangkan oleh para ulama. Terakhir, Kami nasihatkan kepada para wanita agar bersiap untuk dimadu dan berlapang dada untuk menerima anugerah poligami ini, serta tidak menentang syari’at poligami, karena ini adalah kekufuran. Samahatusy Syaikh Abdul Azizi bin Baz-rahimahullah- berkata, “Barangsiapa yang membenci sedikitpun dari sesuatu yang dibawa Rasulullah -Shollallahu alaihi wasallam-, meskipun dia mengamalkannya, maka sungguh dia telah kafir. Allah -Ta’ala- berfirman, ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah Al Qur’an lalu Allah menghapuskan pahala-pahala amal-amal mereka”. QS. Muhammad 9 [Lihat Nawaqid Al-Islam] Sumber Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 07 Tahun I. Penerbit Pustaka Ibnu Abbas. Alamat Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP 08124173512 a/n Ust. Abu Fa’izah. Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan hubungi alamat di atas. infaq Rp. 200,-/exp Sumber judul asli Anugerah yang Terzholimi
Janda Muslimah Cantik Akhwat Cantik Yang Siap Dipoligami Extra from Cantik yang Siap Dipoligami di Tahun 2023Meskipun masih jauh dari tahun 2023, namun sudah banyak sekali akhwat cantik yang diprediksi siap melakukan poligami di tahun itu. Terlebih di tengah pandemi ini, banyak akhwat memilih mengambil jalan hidup poligami sebagai gaya hidup yang lebih aman dan nyaman. Berikut ini beberapa akhwat cantik yang dipastikan siap dipoligami di tahun Putri DuafaPutri Duafa adalah anak dari salah satu keluarga ternama di Jawa Barat. Putri Duafa memiliki wawasan yang luas dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Ia juga memiliki rasa humor yang tajam dan banyak teman di kalangan masyarakat. Putri Duafa diperkirakan siap melakukan poligami di tahun Ratna JuliantiRatna Julianti adalah seorang fashion designer dan penulis yang berasal dari Jawa Tengah. Ia memiliki ketrampilan yang menakjubkan dan banyak fans di kalangan akhwat muda. Ratna Julianti diperkirakan siap melakukan poligami di tahun NurdinahNurdinah adalah seorang ibu rumah tangga yang berasal dari Jawa Timur. Ia memiliki ketrampilan yang luar biasa dalam memasak dan menjahit. Ia juga memiliki daya tarik yang kuat di kalangan akhwat yang mencari pasangan. Nurdinah diperkirakan siap melakukan poligami di tahun Imelda IndriyaniImelda Indriyani adalah seorang guru dan aktivis yang berasal dari Jawa Barat. Ia memiliki wawasan yang luas dan juga memiliki kemampuan berkomunikasi yang luar biasa. Imelda Indriyani diperkirakan siap melakukan poligami di tahun Intan AzizahIntan Azizah adalah seorang mahasiswa yang berasal dari Jawa Tengah. Ia memiliki ketrampilan yang luar biasa dalam menulis dan banyak diakui di kalangan akhwat. Ia juga terkenal karena kepribadiannya yang baik. Intan Azizah diperkirakan siap melakukan poligami di tahun 2023."Poligami adalah sebuah pilihan yang layak bagi para akhwat yang ingin mencari keseimbangan dalam hidup mereka," ujar Dr. Sarah Suryani, ahli psikologi dari Universitas Indonesia. "Poligami dapat menjadi pilihan yang menarik bagi para akhwat yang ingin merasakan kehidupan yang harmonis."1Dari daftar di atas, jelas bahwa ada banyak akhwat cantik yang siap melakukan poligami di tahun 2023. Biarpun masih jauh dari tahun 2023, namun sebaiknya para akhwat mulai berbenah diri dan mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan dengan cantik yang siap melakukan poligami di tahun 2023 antara lain Putri Duafa, Ratna Julianti, Nurdinah, Imelda Indriyani, dan Intan Azizah. Meskipun masih jauh dari tahun 2023, namun para akhwat disarankan untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan dengan poligami.
Poligami Oleh Eka Rosaria SEORANG akhwat yang dipoligami jadi istri ke dua, pernah bikin status agar para wanita menerima syariat poligami dan ikhlas mempraktekannya. Dia terlihat semangat dan gencar menyuruh wanita lain agar mau dipoligami. Saya tersenyum. Tidak ada masalah. Kenapa? Karena memang dia bahagia dengan pernikahan poligaminya. Meski jadi yang ke dua, tapi posisinya sama dengan istri pertama. Tidak dibedakan dalam hal apa pun. Bahkan tinggalnya satu rumah dengan istri pertama suaminya. Istri pertama juga sangat baik, menyayanginya layaknya adik sendiri. Sering bercanda. Gantian mengasuh anak. Mereka sangat bahagia. Ada juga akhwat yang tidak dipoligami, tapi sangat takut dan resah hingga menulis status kemarahannya kepada suami yang memperlihatkan para istrinya. Padahal mereka yang melakukannya tidak ada masalah. Wajar juga jika dilihat dari sudut pandang perasaan seorang wanita yang halus dan pencemburu. Meski sebenarnya ga perlu juga untuk marah. Toh kejadiannya tidak menimpanya. Ada akhwat yang dipoligami tapi akhirnya gagal dan kembali sendiri. Kemudian menulis status agar selalu berhati-hati jika didatangi ikhwan yang hendak poligami. Jangan asal diterima. Harus jelas segala kesiapannya, sehingga tidak ada masalah di kemudian hari. Wajar juga… Karena poligaminya ternyata bermasalah. Hingga meninggalkan rasa sakit di hatinya. Poligami ga semudah yang dibayangkan, ada syarat dan ketentuannya. Ga bisa asal mengamalkan sunnah. Karena poligami seharusnya menyelesaikan masalah, bukan menambah masalah. Ya, ya, ya… Segalanya bisa kita pandang wajar. Dan yang lebih penting adalah, melihat status kita sebagai manusia yang akan diminta pertanggungjawaban kelak, maka fokus kita adalah berilmu dan beramal. Warna warni hidup. Semoga Alloh selalu memberikan hidayah dan taufik pada kita. []
akhwat cantik yang siap dipoligami